Archive for November 2016

BUDAYA KESELAMATAN – INSIDEN-INSIDEN AKIBAT KELALAIAN MANUSIA   Leave a comment


 “Sebagian besar dari klaim-klaim itu bisa disebabkan oleh berbagai jenis kelalaian manusia”

Petugas-petugas yang menangani klaim asuransi di perusahaan asuransi kapal setiap harinya melihat sejumlah besar klaim yang masuk dan meskipun klaim-klaim itu sangat beragam jenis dan besarnya, dari klaim yang sangat kecil sampai klaim yang sangat besar, terdapat ciri-ciri yang sama yang beberapa diantaranya berharga untuk dibicarakan

Sudah bukan rahasia lagi dikalangan para eksekutif bagian klaim, bahwa dari berbagai ukuran dan jenis klaim, mempunyai ciri-ciri yang sama:

  1. Sebagian besar dari klaim-klaim itu bisa disebabkan oleh berbagai jenis kelalaian manusia.
  2. Klaim-klaim yang disebabkan oleh kelalaian manusia tetap saja terjadi, walaupun nampaknya sudah ada usaha-usaha yang memadai dari para operator untuk mencegahnya, misalnya lewat sistem-sistem manajemen dan kualitas/mutu.
  3. Klaim-klaim yang terbesar kadang-kadang berasal dari klaim-klaim yang dengan sangat jelas disebabkan oleh kelalaian manusia.

 

Kasus (1) : Kapal tabrakan dan kandas

Sebuah kapal tanker pengangkut bahan kimia cair bermuatan sebanyak kurang lebih 5,000 T sedang menjalani pelayaran kembali (inward-bound) di sebuah sungai. Sungai itu memiliki alur-alur dalam selebar 500 m yang bisa dilayari dan dipasangi tanda-tanda secara jelas dengan bui-bui berlampu, dengan tepian berlumpur kiri dan kanannya. Sungai itu dilengkapi dengan Sistem Lalu-lintas Kapal dan penggunaan pandu merupakan keharusan (Vessel Traffic System – VTS and Pilotage is mandatory).Setelah berlayar selama enam jam dari stasiun kepanduan, kapal kurang lebih sedang berada ditengah perjalanannya untuk sandar di dermaga. Kabut membatasi jarak pandang sampai hanya dua kabel (365 meter) yang kira-kira tiga kali panjang kapal itu. Kapal berlayar dengan kecepatan 10 mil laut/jam dan pandu sedang memberikan perintah-perintah mengemudi bervariasi antara sudut-sudut daun kemudi dan arah-arah haluan (courses).

Mualim Dua sedang melakukan pengamatan keluar kapal (look-out) dan tugas siaga (stand-by duty) didekat telegraf kamar mesin dan juga sedang memantau jurumudi untuk memastikan bahwa perintah-perintahnya mengenai posisi sudut kemudi dan arah haluan telah diikuti. Dalam memandu kapal, pandu sangat tergantung pada radar, Mualim Satu yang sedang bertugas jaga laut (navigation watch), dan Nakhoda berada dibagian belakang anjungan membicarakan pelabuhan singgah berikutnya dan rencana urutan pembongkaran kargo, pembersihan tangki dan pemuatan kargo. Mereka masuk ke pelabuhan itu untuk kegiatan bongkar/muat kargo selama dua hari penuh.

Sampai sejauh ini pelayaran masih berjalan mulus, namun masalah mulai timbul pada saat Mualim Dua memperingatkan pandu akan adanya bui berwarna hijau di arah haluan kiri kapal, yang seharusnya berada di haluan kanan kapal. Pada saat yang sama ada pantulan/echo gambar yang cukup besar di layar radar di haluan kiri agak kedepan lagi, yang secara jelas sekali menunjukkan sebuah kapal besar pada arah haluan yang berlawanan. Mualim Dua memperhatikan bahwa pandu mulai gelisah/gugup pada saat ia memberi perintah untuk memutar kemudi ke kiri, yang segera membuat bui berwarna hijau berada di haluan kanan namun juga echo besar yang berada di radar.

Situasinyasekarang diketahui oleh Nakhoda dan Mualim Satu dan mereka bertanya kepada pandu apa yang terjadi. Pandu menjawab bahwa ia telah melakukan kesalahan perihal posisi kapal di sungai itu. Nakhoda menjadi panik tentang keberadaan kapal yang sedang mendekat yang terlihat di layar radar, yang saat itu juga sudah terlihat secara fisik. Nakhoda memerintahkan mesin induk untuk maju penuh dan memutar kemudi ke kanan penuh yang dengan segera dilakukan. Pada titik ini VTS juga memantau situasi dan memanggil kapal lewat VHF. Karena kapal telahmembelok secara tajam ke arah kanan, lambung bagian kirinya (port quarter) menyentuh bagian haluan dari kapal kontainer yang sedang mendekat dan selanjutnya mengarah langsung ke tepian sungai dan kandas sebelum perwira-perwira yang berada di anjungan mampu mengoreksi arah haluan dan mengurangi kecepatan.

Kelalaian manusia

Apa yang sesungguhnya terjadi pada kasus yang telah dijelaskan diatas adalah bahwa pandu telah salah mengartikan tampilan di radar dan mengira bahwa belokan di sungai berada lebih kedepan dari pada yang sesungguhnya. Tiba-tiba, saat ia menyadari kesalahannya, ia panik dan memerintahkan untuk memutar penuh kemudi ke kiri untuk menghindari agar kapal tidak kandas, namun mengabaikan kapal yang sedang mendekat didepannya. Kemudian baru disadari bahwa menghentikan mesin induk dan melakukan gerakan kemudi ke kiri lebih mudah akan mengarahkan kapal melewati bagian kiri dari kapal yang sedang mendekat dengan bagian kiri kapal (pass the meeting vessel port to port) dan sekaligus terbebas dari tepian sungai bagian kanan.

Mungkin saja jika para perwira dianjungan kapal melakukan tindakan-tindakan yang lebih aktif khususnya selama kapal berlayardi sungai, maka:

  1. a) mereka akan menyadari potensi timbulnya situasi bahaya lebih awal dan akan bisa melakukan koreksi atas kesalahan pandu untuk menghindari situasi bahaya, atau
  2. b) mereka akan mengintervensi dan mengambil langkah langkah lebih baik pada saat mengetahui secara nyata bahwa pandu telah melakukan kekeliruan dan menjadi panik.

Sayangnya ada sejumlah klaim yang kelihatannya mengaitkan dengan nakhoda dan perwira jaga (OOW) terlalu memercayakan kepada pandu dan tidak memantau dan mempertanyakan perintah-perintahnya. Pandu hanyalah penasihat (advisor) dan memberi petunjuk kepada OOW dan tanggungjawab (responsibility and liability) atas berlangsungnya pelayaran dan olah gerak kapal terletak pada nakhoda dan OOWmeskipun pandu berada di anjungan.

Kasus (2) : Kapal Kandas

Sebuah kapal sedang menyeberangi samudera dan arah haluan sudah ditetapkan sejak dari awal sampai akhir pelayaran. Arah haluan ditetapkan dan pelayaran direncanakan pada sebuah peta perencanaan berskala kecil. Arah haluan ditetapkan untuk melewati gugus kecil pulau-pulau di tengah samudera dan CPA (Titik Pendekatan paling dekat – Closest Point of Approach) dianggap dan diperkirakan sebagai cara yang baik dan aman. Pada suatu malam tropis bercuaca baik dengan laut yang tenang dan jarak pandang yang baik, kapal melewati sebelah kiri dari suatu gugus kepulauan beberapa saat setelah tengah malam.

Selama dua jam dalam waktu jaganya (antara jam-jam 16.00 – 20.00) Mualim Satu mengamati bahwa angin cerah (light breeze) bersama-sama dengan arus telah menyebabkan kapal tergeser dari arah haluannya dan sedang menuju kearah pulau-pulau itu.Karena itu dia melakukan koreksi pada arah haluan semula untuk mengimbangi (compensate) penyimpangan (d r i f t) dan mengarahkan kapal agar tetap pada arah haluannya semula. Pada saat timbang terima jaga pukul 20.00, Mualim Satu mengingatkan Mualim Tiga tentang hal ini. Mualim Tiga melanjutkan memplot posisi kapal selama jam-jam jaganya dan mendapatkanbahwa kapal masih terus menyimpang dari arah haluannya semula dengan dampak lebih mendekat (CPA) ke pulau-pulau lebih kurang aman dari arah haluan yang direncanakan.

Mualim Tiga membuat perubahan perubahan kecil pada arah haluan untuk mengimbangi penyimpangan (drifting) dan posisi kapal (setting). Pada tengah malam penjagaan diserah terimakan pada Mualim Dua, yang juga telah diperingatkan mengenai penyimpangan dan pembetulan-pembetulan arah haluan. Pada pukul 00.40 kapal kandas di pantai sebuah pulau gugus karang yang rendah dengan kecepatan penuh. Pantai sebagian besar terdiri dari pasir dan batu-batu kecil/koral dan landai (slopes) dengan kemiringan yang rendah ke arah laut sehingga kapal hanya mengalami kerusakan kecil namun tidak bisa diapungkan kembali dengan tenaga kapal itu sendiri. Penyelamatan kapal dengan biaya tinggi terpaksa dilakukan.

Kelalaian manusia

Posisi diplot kembali pada peta perencanaan pelayaran berskala kecil yang sama meliputi seluruh samudera dimana pelayaran telah direncanakan dan arah haluan telah ditetapkan. Dalam peta berskala kecil sulit untuk mengukur secara teliti jarak-jarak yang pendek dan mengamati penyimpangan-penyimpangan kecil dari arah haluan diantara pengeplotan-pengeplotan yang dilakukan setiap jamnya. Alasan untuk menggunakan peta berskala kecil kemungkinan adalah karena untuk menyeberangi samudera, dianggap tidak perlu untuk melakukan pelayaran/navigasi yang teliti. Kepulauan dimana kapal itu kandas diberi tanda pada peta yang digunakan, namun hanya sebagai titik-titik kecil danarah haluan ditetapkan untuk melewati apa yang kelihatannya pada jarak yang aman.Namun demikian, penyimpangan kapal dari arah haluannya karena hanyut dan arus, rupanya bekerja bersamaan dan membuat kapal keluar dari arah haluan menuju kearah kepulauan dan sangat jelas sekali bahwa tindakan-tindakan koreksi yang dilakukan oleh para perwira itu tidak cukup. “Telah banyak ditulis dan dibicarakan tentang budaya keselamatan dan pokok masalahnya mungkin bisa disimpulkan seperti melakukan hal yang benar disaat yang tepat, pertama-tama mencegah dan selanjutnya menanggapi/menanggulangi insiden-insiden kecil dan besar yang berpotensi merusak kehidupan, lingkungandan harta kekayaan (property)”

Bisa disimpulkan bahwa kapal tidak akan bisa kandas jika:

  1. a) digunakan peta berskala besar untuk memplot posisi, dengan demikian arah haluan kapal yang secara bertahap akan menuju kearah kepulauan bisa terlihat dengan jelas, dan/atau
  2. b) direcanakan jalur lintasan yanglebih lebar saat melewati kepulauan, dan/atau
  3. c) diterapkan batas-batas keselamatan yang jauh lebih aman pada saat melakukan koreksi-koreksi untuk mengimbangi penyimpangan dan keadaan (drift & setting).

Juga ada kemungkinan bahwa pemantauan keadaan laut dari anjungan (l o o k o u t) dan penggunaan radar tidak dilakukan dengan benar. Sedangkan,kepulauan itu terlalu rendah dan menjadi pertanyaan apakah bisa dikenali/terlihat pada malam hari didaerah tropis yang gelap. Tidak jelas apakah dan mengapa kepulauan itu tidak bisa terpantau oleh radar, akan tetapi adalah suatu kenyataan yang sudah diketahui bahwa radar-radar bisa terganggu kinerjanya oleh banyak hal pada saat digunakan didaerah/perairan tropis dan bisa saja terjadi hujan dan digunakannya sea clutter  settings untuk mengatasinya, sehingga pada saat yang sama menghilangkan atau mengurangi gambar/bayangan pulau-pulau itu di layar radar.

 Klaim-klaim lainnya

Contoh-contoh kasus diatasberfokus pada masalah navigasi, yang memungkinkan seseorang untuk melihat dengan sangat jelas dampak dari elemen manusianya. Namun ada sejumlah jenis klaim lainnya dimana elemen manusianya seringkali terlihat memainkan peran yang menonjol. Dalam sejumlah klaim yang lebihbersifat teknis kadang-kadang jalan-jalan pintas (shortcuts) dan pengabaian-pengabaian dalam perawatan dan pengoperasian mengakibatkan hal-hal seperti kerusakan-kerusakan mesin,dalam beberapa kasus diikuti oleh kandas atau tabrakan.

Kita di ingatkan kembali pada rekomendasi-rekomendasi untuk perawatan bahan bakar yang berasal dari hasil laporan-laporan analisis bahan bakar, yang dalam sejumlah klaim tidak dipatuhi (adhered to). Hal ini bisa mengakibatkan klaim-klaim yang rumit dan secara teknis sulit untuk ditangani.

Kelalaian manusia mungkin juga bisa memainkan peran dalam kasus-kasus yang lebih tragis, seperti ledakan-ledakan dan kebakaran, seringkali disertai dengan cedera-cedera yang parah dan bahkan sampai berakibat kematian. Contoh paling umum/klasik adalah dimana telah diberikan izin kerja panas di lokasi tertentu di kapal tanker yang sedang memuat air balas dan, setelah pekerjaan pengelasan itu selesai, diputuskan ditempat bahwa selagi mereka masih berada ditempat kerja, mereka juga akan diminta untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan pengelasan kecil di lokasi lain, yang tidak ercakup di dalam izin kerja panas itu. Akibatnya terjadi ledakan yang hebat dan menyebabkan kematian serta kerusakan yang besar di kapal.

 Kesimpulan

Contoh-contoh diatas bukan halyang aneh/istimewa. Daftar insiden terus bertambah, dengan sejumlah kasus-kasus kecil dan besar dalam lingkup semua segmen klaim yang jelas-jelas disebabkan oleh kurang/tiadanya perhatian dan/atau tidak ada/kurangnya mematuhi standar-standar operasi yang aman. Telah banyak ditulis dan dibicarakan tentang budaya keselamatan dan pokok masalahnya mungkin bisa disimpulkan seperti melakukan hal yang benar disaat yang tepat, pertama-tama mencegah dan selanjutnya menanggulangi insiden-insiden kecil dan besar yang berpotensi merusak kehidupan, lingkungan dan harta kekayaan (property).

Pengoperasian kapal-kapal (harusmengikuti) sepenuhnya peraturanperaturan, instruksi-instruksi dan panduan-panduan (guidelines) yang diharapkan diketahui/dipahami oleh dan sudah melekat pada para perwira dan tamtama.Kode ISM memiliki sejumlah besar kodifikasi (ketentuan-ketentuan) tentang apa yang dikenal sebagai ketrampilan pelaut yang baik (good seamanship).

Suatu budaya keselamatanmungkin bisa dicapai lewat instruksi-instruksi tertulis, namun pada akhirnya merupakan pertanyaan tentang cara berfikir yang umum (common mind-set) diseluruh organisasi. Manajemen di kantor darat dan di kapal tidak hanya perlu memastikan bahwa ketrampilan-ketrampilan formals udah dimiliki namun juga memastikan, mendorong dan memberikan inspirasi sikap-sikap yang diperlukan untuk mencapai sasaran-sasaran keselamatan.

Statistik telah membuktikan tanpa ragu lagi bahwa ber-investasi untuk menimbulkan budaya keselamatan jangka panjang akan menguntungkan. Tidak adanya budaya keselamatan itulah yang menyebabkan biaya-biaya besar,dan bukannya keselamatan itu sendiri.

(Sumber : “Gard News”, Kontributor : Jecidi )

Posted 22/11/2016 by jecidi in Safety Management